Novel Terbaru Part III: Teman-temanku

Teman-temanKu


          Masa SMA adalah masa yang paling bahagia dalam hidupku tersa baru saja kami bekenalan waktu SD, sejak SD kami berteman sampai SMA seprti waktu berlalu begitu cepat, hari-hari kamijalani, dan berbagai masalah masing-masing, seperti masalah keuangan jadi aku harus bekerja si sebuah cafe sepulang sekolah, café ini jadi tempat nongkrong kami sejak aku mulai bekerja sebagai pelayan, gajinya hanya sedikit tetapi cukuplah untuk menambah-nambah bayar uang sekolah dan beli buku.
Fadli adalah anak orang kaya yang memiliki segalanya terkadang aku merasa iri pada hidupnya yang Royal, Fadli sengaja mengumpulkan uang jajannya selama 1 minggu agar kami punya uang untuk jalan-jalan ke pantai setelah upacara kelulusan. Fadli selalu memiliki masalah ketika berpacaran, pacar A, B, C waah, dia playboy kami banyak belajar dengannya kalau urusan cewek.
          Fadli yang sudah merencanakan semua ini seperti bercanda saat kami nongkrong barengm ternyata omongannya tidak main-main, dia bawa mobil bapaknya menuju rumah kami satu-satu, dan berkata “Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi” hahahaaa… itu selogan lucu-lucuan kami.
          Joni anak seoranga pengacara yang lagi naik daun saat ini, ayahnya banyak menangani kasus yang cukup rumit dan selalu di menangkan oleh ayahya. Joni selalu di tekan oleh orang tuanya untuk belajar tetapi susah paham pelajaran, hahaa… mengingat itu di dalampenjara membuat aku tertawa juga aku rindu rengekan diayang selalu minta di ajarin pelajaran yang tidak dia mengerti.
          Saat Joni minta diajarin pelajaran Fadli dan Kasim selalu mengejeknya “disuruh Les kok malah tidur, Ya gitu” olok kasim pada Joni, semua kenangan itu melekat kental dalam kepalaku.
Satu lagi teman aku yang suka ngebuli namanya kasim teman samsakhidup kami, dia selalu jadi bahan pukulan kami karena sikapnya yang konyol, tetapi dia tidak pernah marah dipukuli, kami seperti keluarga kecil yang terus bersama saat di skolah. Hal yang lucu lainnya ketika kami terlibat masalah dengan siswa lain karena cewek, yah tu selalu ulah Fadli yang suka pcaran sana sini.
Perjalanan kami berempat berjalan sangat menyenangkan di awalnya, pantai yang terbentang luas di hadapan kami membuat kami merasa sangat hidup di dunia ini, yaahhh perjalanan yang tidak sia-sia.
Fadli tinggal bersama ayahnya dan beberapa pembantu di rumah, jadi bisa berkeliaran kemanapun dia mau dengan uang jajan semungggu 2 Juta, hidupnya sangat boros apalagi dengan kami, hahaha…. Membuat hidupku lebih hemat. Fadli membawa pergi mobil ayah hal yang sering dia lakukan karena dia diam-diam membuat Surat Izin Mengebudi (SIM) A.
Fadli menyusuri rumah kami bermula dari rumah kasim. kasim  yang lagi jualan berhasil diculik, saat itu lagi banyak yang membeli di rumahnya jadi kasim tidak di bolehin pergi oleh ibunya untuk menolong jualan. Lalu Fadli berkata “Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi, satu, dua, Tiga” mereka melarikan diri naik mobil fadli.
Mereka menuju rumah Joni yang lagi belajar dikamarnya untuk persiapan SBMPTN. sudah lulus SMA tetapi dia harus terus belajar dan dikurung dirumah. Fadli dan Kasim tidak bisa bertemu dia.
“Selamat Siang tante,Joni ada tante” Fadli bertanya padaibu Joni
“waduh… Joni lagi pergi sama papanya” tiba-tiba ada suara berlari dan  Joni nongol dari tangga rumahnya.
“Itu Joni tante, boleh masuk tante”
“tidak” pintu di tutup oleh ibunya Joni
“Joni harus belajar persiapan SBMPTN, Joni masi ke kamarmu belajar sana.
“Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi” mereka berteriak di depan pintu sebagai kode untuk Joni. Mereka lakukan sekali tidak ada respon, mereka lakukan keduakali.
“Kalau Bukan Sek..”
“sudah pergilah nak, Joni tidak akan pergi” Ibu Joni membuka pintu dan menyuru kami pergi.
Kamipun pergi berwajah lesu.
“woyy…Apa lagi ayok pergi” Joni berteriak di samping mobil Fadli.
“wahaha, kami merasa senang, ayo buruan, Lat’s Go!!!” mereka berangkat menuju rumah Aku. Saat melewati jendela rumah Joni ada kain bergantung di sana. Joni kabur dari jendela kamarnya.
“GilaLu Ndro”
“Sixma di mana ya” Joni bertanya pada Kasim dan Fadli.
“Ini kita menuju rumahnya”
“Okeee…Perfect”
          Sampai di rumahKu, aku lagi membereskan barang-barang bekas yang menumpuk karena nenek nenek tidak sempat membereskannya. Nenek baru aja ada uang udah ngasi sama aku.
“uang gaji aku masih ada nek” aku ngeles untuk tidak mengambil uang pemberian nenek.
“nenek tidak bisa ngasi apa-apa di hari kelulusanmu, ambilah ini supaya kamu bisa beli baju baru, kan bisa digunakan untuk kerja” nenek berkata sambil senyum memberikan uang itu.
“nenek tu beli baju, udah brapa lama baju nenek, sampe lusuh gitu, bajuku juga masi bagus-bagus kok nek, lagian aku kerjakan pake baju kerja nek hahaha…”
“ya udah ambil aja” nenek memaksa untuk memberikan uang itu, aku berfikir untuk menggunakan uang ini membeli baju nenek, jadi aku ambil aja.
“What’sapp Bro, Eh ada Nenek” mereka datang saat aku bersama nenek. Mereka berbicara dari jendela rumah kayu kami. Dasar tidak sopan, tapi lucu sih. Mereka sudah sering main di rumahku, walau terlihat mau runtuh mereka merasa nyaman dirumahku kata mereka, karena ada nenek yang pengertian.
“eh cucu-cucu nenek ngapain di luar ayo masuk” nenek membukakan pintu untuk mereka.
“kami mau langsung pergi aja nek, Yok Sixma” mereka menyalam mencium tangan nenek.
“mau pergi sekarang, ya udah hati-hati ya, jgn pulang malam-malam”
“siap Komandan” jawab Fadli pada Nenek.
          “Jangan kesepian ya nek” Kasim mengolok nenek.
          “hahahaasemm kurang ajar kali kau sama nenekku” ambil menendang Kasim.
          “hahaha… iya hati-hati ya” nenek merespon dengan senyum.
Kami berjalan menuju mobil Fadli yang di parker jauh karena tidak bisa masuk ke gang rumah kami.
          “Eh nnti kita singgah bentar ya bantu aku nyari baju untuk nenek”
          “Oke kita singgah ke took baju depan ya. Owh iya sekalian aku beli hadiah juga untuk nenek” jawab Padli.
          Kami memberli baju dan langsung menuju pantai, cuaca cukup mendukung untuk ke pantai cuca terang, kami melakukan perjalanan sekita 2 Jam menuju pantai. Kami mandi dan bermain dipantai, selama beberapa saat.
          “Woowww…. Itu dia, yok pantai… pantai… pantai…” kasin berkata seprti itu sembil membuat nada yang aneh. Kami mengikuti kasim. Stelah mobil terparkir kami sudah buka baju di dalam mobil, kasian Fadli belum ganti baju untuk mandi karena bawa mobil.
          “Asemm kalian ni, sabar lahh, awas kalo kalian tinggalkan aku ya berantam kita” Fadli mengancam kami.
          “Bodo Amat” kami merespon Fadli dengan cuek dan kesan tidak mau tahu.
          Mobil terparkir, kami bertiga langsung keluar meninggalkan Fadli mengganti baju dan mengunci mobil.
          “woo Kampret tunggu”
Kami berlari dengan wajah gembira di pantai.
          Tidak terasa sudah mulai gelap, kami pergi untuk mencari makan, wajah kami memerah karena teriknya pantai, tapi kami sangat menikmatinya. Aku sangat bahagia punya teman seperti mereka.
          Kami makan di warung pinggir jalan makan-makan khas di sana, banyak kerang, dan ikan laut lain. Woo seru…
          “Bayar masing-masing ya” Fadli bercanda pada kami. Kami sontak diam sejenak,karena kami tidak ada persiapan bawa uang lebih.
          “Seriuss ni” Kasim mengeluarkan uangnya yang tinggal recehan dengan lugunya.
          “Kita merompok aja yok Kasim” Joni member ide gila.
          “gila merampok siapa jam segini” aku jawab sok serius padahal aku tau maksud dari joni mau ambil uang dari Fadli. Fadli bukan orang yang hidung-hitungan dia selalu mempunyai uang kami tau itu karena sudah lama bertemand dengannya.
          “Anak Orang Kaya” semua langsung melihat ke arah Fadli.
          “Ha ha ha ha, awas Kau” kasim duluan beraksi mau menangkap Fadli setelah mengerti maksud Joni.
          “Woy,, woyy… woy… Aman-aman” Fadli berkata seperti itu sok ketakutan, kami menggelitikin Fadli dan mengambil uangnya.
          “Oke dapat” dompetnya di ambil Joni. Ikatan persahabatan kami terjalin saat-saat seprti ini yang saling menutupi kekurangan kami, dan bercanda bersama. Buang mayatnya, lalu Fadli di jatuhkan dari kursi.
          “Isinya ada Rp 1.800.000. kita bagi rata ya, Seratu untukmu, seratus untukmu, seratus untukmu” kami mebagi rata uang Fadli jadi setiap orang dapat kami masing-masing Rp 400.000 dan Rp.600.000 di dompet Fadli untuk di balikin.
          “Kalian…Ini nama nya pemerasan” sambil berwajah senyum fadli berkata seperti itu.
          “Ah diam bayar masing-masing, Ibu pesan ini ini ini ini” kami memesan apa yang kami mau, kami tau kalau Fadli sudah pasti menyediakan ini untuk kami semua agar bisa main lagi.
          Kami bayar masing-masing setelah makan dengan uang fadli, lalu kami balikin lagi uangnya, ah sudah lah ambil aja nnti beli minyak pake uang itu aja.
“Kita ke pelabuhan yok…”Fadli mengajak kesana karena dia sudah merencankan apa-apa saja yang akan kami kunjungin. Kami menuju pelabuhan malam-malam hari stelah selesai makan.
          “Woy… woy…  mobilnya goyang tu” Beberapa saat di pelabuhan kami melihat mobil bergoyang.
          “Ah jangan la gk baik” jawabku, namun fadli tetap mendekati mobil itu secara berlahan,
          “matikan lampunya, diam-diam jangan ngomong keras” Kasim berbisik pada kami.
          Wanita keluar dari mobil itu, dan di susul seorang laki-laki mereka berdua di bangku belakang, pria itu menariknya dan memukul wanita itu sampai jatuh dan menginjak-injaknya.
          “Jangan Fadli, jangan ikut campur urusan orang” Fadli langsung menghampiri pria itu. Aku mencoba menahannya.
Fadli menonjok jatuh pria itu. Pria itu keliahatan sangat lemah dan berkata “Kalian anak kecil jangan ikut campur urusan orang dewasa” membuat fadli tambah kepancing emosi dan menginjak dia sekali, aku menarik fadli menjauh. Pria itu berdiri dengan lambat, setelah ku lihat beberapa saat ternyata dia mabuk, matanya memerah, aku berfikir kalau dia terus memukuli wanita itu tanpa sadar dia bisa-bisa membunuhnya.
          “mbak kenal dengan dia?” saat aku bertanya pria itu memukulku dari belakang, dia menedang bagian belakangku sampa aku telungkup dekat wanita tadi, sontak kaget dirasakan wanita itu lalu dia melarikan diri tidak tau arahnya kemana. Fadli menjerit melihat aku ditendang “ Woy Setan”. Fadli sudah menjauh dan kudatangi wanita itu sambil menanyakan
          Joni yang dekat dengan pria itu langsung memeluk pria itu dan menariknya agar aku tidak lanjut dipukuli, pria itu berontak dengan sekuat tenaganya, lalu fadli menendang pria itu dengan keras sambil berlari. Satu tendangan melayang tepat di perutnya. Baru pertama kali aku meihat Fadli berkelahi seserius itu sampai Joni yang jago dalam berkelahi terpental dengan pria itu.
          “Sadar Fadli jangan main tending aja” Kasim menahan Fadli stelah menedang keras Joni dan pria itu.
          “Apa Kau Anjing,lari aja kau liat itu sixma di pukul” Fadli dengan emosinya berteriak, dan menjauh dari pria itu.
          Terpentalnya pria itu tidak membuatnya jera dia memukul joni yang ada dikatnya, perkelahian antara mereka tidak terelakkan lagi sampai Joni sudah tidak tahan lagi dengan sikappria itu, Joni yang biasanya jago berkelahi mendapatkan perlawanan sengit dari pria itu sampai terjungkal-ungkil menahan serangannya.
          Aku langsung melerai perkelahian joni dan pria itu sampai dia memegang kayu yang ada dekat jalan dan ingin menyerang kami, beberapa pukulan melayang ke arahku dan Joni langsung mnanangkap dan berhasil mengambilnya, pria itu jatuh ke dekat tong sampah dan membuat tong sampah terjtuh.
          Perkelahian berlangsung antara Fadli dan pria itu, pria itu menyerang dengan membabi buta dan kasim biasanya tidak ingin bekelahi karena takut bajunya kotor dan takut di marahin ibunya merasa kesal dengan tingkah pria itu yang melontarkan kata-kata kotor kepada kami, dia terlihat rapid an mempunyai mobil bagaimana bisa dia bersikap seperti itu.
          Pria itu tidak menyerah sampai dia terpelanting jauh mengarah kaki tong sampah menyucuk bagian belakangnya, kami hanya mengira dia pingsan karena kepalanya terbentur tetapi kabar dari seorang polisi dia meninggal karena kaki tempat sampah itu menyucuk dari belakangnya hingga menusuk ke salah satu ginjal dan ususnyai mengakibatkan dia meninggal karena kehabisan darah saat perjalanan.
          Bebrapa menit kemudia polisi datang menuju arah kami, kepanikan merasuki kami, “woy bagaimana ini “ kasim bertanya dengan fikiran yang panik. L
          “Lari-lari ayok” Fadli lari meuju mobilnya
          Kami melarikan diri secepat mungkin dengan mobil Fadli, tetapi polisi itupun mengejar kami.
          “Fadli buruan-buruan hidupin” karena keadaan panik Fadli bingung untuk menyalakan mobil. Polisi semakin mendekat. Kami melaju dengan kecepatan yang tidak karu-karuan, kami semakin menjauh menuju arah pulang dan melewati beberapa rumah penduduk.
          “Kampret Minyaknya Abis” Kesialan menimpa kami mobil yang kami naiki mati karena kehabisan minyak.
          “Kesana bawa mobilnya rumah yang itu kita harus sembunyi” aku member saran agar kami tidak tertangkap polisi namun apa daya, polisi itu melihat kami dan terjadi kerjar-kejaran, awalnya hanya dua polisi yang datang menjadi 6 polisi yang mengejar kami, kami terpencar saat ingin menyelamatkan diri, Joni dan Fadli kearah yang berbeda. Aku dan kasim berpencar, aku berlari dari kejaran polisi itu dan ingin menyebrang jalan menuju gang yang ada di depanku saat aku keluar dari gang lorong  mobil melaju kencang mengarahku, aku ingin melompat secepat mungkin karena aku sudah tidak bisa berheti dari kecepatan aku berlari.
          Mobil itu menabrak tubuhku meloncat agar sampai kesebrang jalan dengan cepat, naas buruk itu terjadi. Aku tertabrak mobil pada bagian tubuhku dan kepalaku, terasa seluruh tubuhku merasakan sakit yang amat sakit, sampai seluruh tubuhku keram dan tidak merasakan apa-apa lagi, aku melihat kasim minta tolong kesana kemari, dia minta tolong dan menangis pada polisi yang mengejar kami agar dibantu ke rumah sakit. Ambulance datang dan Kasim dibawa ke kantor polisi.

0 comments:

Post a Comment